pemandangan

pemandangan
Isin.doank@gmail.com

Jumat, 22 September 2023

Permintaan Terakhir

Minggu pagi aku dan anggota PMR lainnya berkumpul dilapangan sekolah untuk mengadakan latihan rutin. Ida salah seorang anggota PMR terlihat murung dan kurang bersemangat padahal dia biasanya paling semangat kalau latihan. 
"Istirahat aku harus bicara dengannya. Sebagai komandan sudah seharusnya berempati terhadap anggotanya. Aku harus tahu apa yang menyebabkan seorang Ida anak buahku bersikap tidak seperti biasanya". Dalam hati aku bergumam. 

Waktu istirahatpun tiba, aku menghampirinya.  "Da, kamu baik-baik aja kan?... Kamu beda deh hari ini, gak seperti biasanya...?". Tanyaku sama Ida.
Dia menghela napas lalu berkata: "Kang, kalau Ida punya satu permintaan dari Akang, apakah akan mengabulkannya? anggap saja ini permintaan terakhir Ida..." Tanya ida sambil menatap penuh harap. 
"ya Ampuun Da... Ko kamu ngomongnya gituh siih, kayak mo kemana aja..." jawabku santai sambil sedikit tertawa. 

Dia meraih tanganku dan meletakan diatas kepalanya. " Please...ya kang, ini serius... Berjanjilah akang akan mengabulkannya". Ida memintaku setengah memaksa.  "Aku..., Apa yang kau ingankan dari aku" tanyaku penasaran sambil menurunkan tangan dari atas kepalanya.

"Berjanjilah dulu.., baru aku kasih tahu permintaannya.  Ayolah kang..." jawab Ida setengah memaksa. "Oke...oke... Aku janji..." Jawabku meyakinkan Ida. 

"Jadikan Nisa sebagai kekasihmu kang...please ya..." Ida mengungkapkan permintaannya seraya memohon.

"Haaaah..." Jawabku sedikit melongo.
Mendengar nama Nisa sontak aku kaget. Seketika pikiranku mengembara teringat sebuah momen bersama Nisa saat tragedi bukit Dungus Dao. Masih terbayang saat dia menangis, memeluk dan meminta maaf , teringat kenangan saat jalan bareng pulang sekolah bersama Nisa. Dia gadis yang baik, ramah, supel, dan juga cantik. Akantetapi.....

"Kang....kang..." Panggil Ida sambil menepuk pundakku...
"Iya, iya,..." jawabku sambil mengangguk-ngangguk.

"Ingat ya kang, akang sudah berjanji loh, Ida bisa tenang sekarang" Ida menunduk terlihat matanya berkaca-kaca.

"Emangnya kenapa siih Da... ko kamu ke'nya maksa banget deh...?" tanya ku keheranan.

Ida menghela napas lalu menuturkan...   " Kang, Ida divonis menderita penyakit  x sama dokter, hidup Ida tidak akan lama lagi..., Ida mau kembali ke Riau ketempat kelahiran, bersekolah disana, mengabiskan sisa umur Ida disana..." Ida kembali menunduk sambil terisak namun tetap melanjutkan ceritanya. " Kang...Nisa itu satu-satunya temen baik Ida disekolah ini, bisa dibilang bestie nya Ida. Ida nitip Nisa ya Kang... dia orangnya baik, supel, dan pengertian. Dia sering curhat loh tentang akang. Apalagi setelah Nisa pulang bareng sama akang. Dikelas 11 heboh loh Nisa itu pacarnya akang. Please ya nitip Nisa... dan perlu akang tahu Nisa sangat berharap dari Akang...".

Jlegg....bagai disambar petir disiang bolong. Mendengar penuturan Ida rasanya dada ini sesak, rasa ga percaya dengan kenyataan kalau aku akan kehilangan sosok anggota sekaligus teman baik yang begitu dekat. Sulit membayangkan bagaimana perasaannya ketika hidupnya sudah divonis tidak akan lama lagi. Aku bisa merasakan kesedihannya, ingin rasanya aku menangis, tapi aku laki-laki, sebagai laki-laki aku dilarang menangis walaupun hati teriris.
"Da... aku yakin dokter telah salah mendiagnosa, kamu jangan percaya dokter. Kamu ga apaapa kan? kamu sehat, kamu kuat..." kataku memotivasi Ida.

"Sudahlah kang...akang gak perlu menghibur Ida..." vonis dokter memang benar, gejala-gejala yang dijelaskan dokter benar adanya. Ida pasrah... Ida sudah siap kok menjalaninya..." Ida menatap dengan tatapan yang pasrah sambil menyeka air dipelupuk matanya. 

"Da... maafkan aku ya, aku ikut prihatin dengan apa yang dialami Ida. Aku ikut sedih dan menyesal karena ga bisa berbuat apa-apa. maafkan aku ya Da...mungkin aku pernah berbuat salah sama Ida". Kataku kepada Ida.
" Enggak Kang, nggak ada yang perlu dimaafkan, terima kasih akang sudah begitu baik sama Ida. Ida cuma minta akang lakukan janji akang sama Ida" jawab Ida mengingatkan kembali janji aku.

" Baiklah Da aku janji..." jawabku sama Ida
Ya Tuhan berat sekali janji yang harus aku tepati..., aku harus gimana ? lagian belum tentu Nisa mau sama aku...". Gumamku didalam hati. 

<<<<Bersambung>>>>

 

Minggu, 27 Februari 2022

Jaket Merah Marun

 Jaket Merah Marun Bagian 1



Bel istirahat berbunyi, aku bergegas ke ruang PMR menyelesaikan proposal pelantikan calon anggota (CA) yang akan segera digelar. Ku mainkan jari jemari di atas mesin tik yang usang. Irama mesin tik memenuhi ruang markas PMR yang tidak terlalu luas. 

Tetiba terdengar suaru pintu diketuk. Dialah Susi seorang anggota PMR meminta ijin masuk ruangan. Dia  menyampaikan kalau ada seorang siswi dari kelas x yang ingin bertemu. Ku persilakan Ia masuk, sementara Susi langsung pamit meninggalkan ruangan PMR.

Tiba-tiba dia merangkulku. Ia menangis, dan  meminta maaf,  sebelumnya telah banyak merepotkan. Ia juga berterima kasih karena telah menolongnya saat itu.

Aku benar-benar kaget, belum enggeuh, siapa gerangan gadis ini?, tiba-tiba datang, merangkul, dan menangis ...

Kemudian Dia membuka sebuah tas dan mengeluarkan sebuah jaket perasit berwarna merah marun. Melihat jaket tersebut barulah aku ingat, dia gadis itu... gadis yang pernah Ku tolong di bukit Dungus Dao...

Saat itu dia mengalami sengatan dingin, badannya menggigil, mulutnya gemetar, bibirnya membiru. Sungguh malang gadis itu, ia mengalami derita yang luar biasa.

Aku bukanlah petugas medis, namun sebagai PMR aku berkewajiban memberikan pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K). Jaket merah marun kupakaikan pada gadis itu untuk sedikit menghangatkan tubuhnya.

Dia menyerahkan jaket merah marunku sambil berkata " Kang terima kasih karena sudah menolongku, semoga Tuhan membalas kebaikan akang". Ia pun meminta sekiranya tidak ada acara, selepas pulang sekolah bisa bareng ke alun-alun. Kebetulan hari itu tidak ada acara, jadi dengan senang hati aku menyetujuinya. 

Ia manatapku dengan tatapan yang cukup tajam. Aku membalas tatapannya, terlihat matanya yang indah, belo dan sayu. Kemudian dia menundukan pandangannya dan tersenyum.

 Saat ingin kukatakan sesuatu, tiba-tiba bel masuk setelah istirahat berbunyi...

...Bersambung...









Minggu, 12 September 2021

Sang Penunggu

Sang Penunggu

Cerita ini bukanlah fiktif, diangkat dari kisah nyata pengalaman Penulis pada masa Putih Abu.  Di abadikan sebagai kenangan dan hiburan semata. Selamat membaca...!

Hari sudah senja. Isin dan kawan-kawan masih jauh dari perkemahan. Salah satu peserta putri tak sadarkan diri. Berbagai upaya dilakukan Isin dan kawan-kawan sebagai upaya P3K. Namun hasilnya nihil gadis itu masih tak sadarkan diri. 

Sesuatu diluar nalar pun terjadi. Sesosok bayangan hitam hampir saja mencelakai Isin  dan kawan-kawan. Beruntung Isin dan kawan-kawan berhasil lepas dari cengkeraman .

Gak mau berputus asa Isin dan kawan-kawan kembali mengevakuasi sang gadis ke perkampungan terdekat. Namun kali ini ia dibawa ke orang pintar berdasarkan petunjuk dari penduduk.

Berkat bantuan orang pintar paruh baya, akhirnya sang gadis berhasil di sadarkan. 

"Kek... maaf sudah merepotkan. Terima kasih sudah bersedia membantu kami. Semoga Tuhan memberikan balasan yang berlipat ganda bagi Kakek"  Kata Isin sambil mencium tangan sang kakek. 

"Tidak apa-apa nak, ini sudah tugas kakek.... Memangnya tadi dia kenapa?" Tanya Kakek sambil menunjuk sang gadis yang terbaring lemas. Di balik tirai ruang tengah.

Dengan terbata-bata Isin menceritakan kronologis kejadian kepada sang kakek. 

 " Begini Kek, saat kami mau berangkat keperkemahan. Kami menemukan gadis ini pingsan di batu besar bukit Dungus Dao. Kami berusaha menolongnya namun tidak berhasil bahkan hampir saja kami celaka..."

Sang kakek pun tertawa. "Ha, ha, ha..." Berani sekali kamu nak.... Dia bukanlah tandinganmu...." Kakek sambil menepuk pundak Isin. 

"Maksud Kakek dia itu siapa Kek?" tanya Isin keheranan. Sang kakek meng hela napas..., lalu menjawab, "sosok bayangan hitam itu nak...  Dia adalah penunggu bukit Dungus Dao."  Semua kaget, dan spontan berkata, "Apa...?" 

"Wiiih...Serrem...!" Atam bergidik.

Sang kakek lalu memejamkan mata. Menerawang menggunakan mata batinnya.  berdasarkan penerawangannya sang kakek bercerita.

"Dahulu tempat itu sangat indah... Namun saat masa pendudukan tempat itu menjadi lokasi pembantaian oleh para tentara Jepang. Banyak warga sini menjadi korban pembantaian di tempat itu. Batu besar itu penuh dengan darah. Di batu itulah bersemayam arwah-arwah penasaran para korban pembantaian" 

Mendengar cerita sang kakek semua terkaget-kaget, rasanya merinding, Bahkan bulu kuduk pun mulai berdiri, tak terkecuali Isin. 

Suasana menjadi hening...  

Semua orang fokus pada sang Kakek berharap si Kakek melanjutkan penerawangannya. Ada banyak pertanyaan di benak kepala Isin dan kawan- kawan. Mengapa para penduduk di bantai? Dan apa  alasannya arwah itu merasuki tubuh sang gadis? 

Saat sang Kakek akan melanjutkan penerawangannya, tiba-tiba... terdengar suara lirih dari balik tirai..."Kakak..!"

Mendengar suara lirih, isin menyela, " Kek, lanjutkan ceritanya ke teman-temen. Biar saya yang urus gadis itu." 

Isin segera menghampiri sang gadis, dan manyapanya."Iya dek... Adek udah baikan...?" Gadis itu mengangguk sambil menundukkan pandangannya. Pandangannya kosong, gemetar bibirnya. Matanya terlihat berkaca-kaca, bak ingin menangis dan berteriak.

"Adek dengarkan kakak..., kalau ingin menagis, menangis aja jangan di tahan,  adek gak usah malu... sebentar lagi adzan magrib dan selepas solat magrib kakak akan anter adek pulang kerumah. Adek mau kan?" 

Dengan penuh perhatian Isin membujuk sang gadis agar mau dipulangkan, Sambil membuka jaket yang dipakai dan memberikannya kepada sang gadis agar tidak kedinginan.

Gadis itu terdiam, kemudian menangis....


Bersambung ....














Jumat, 10 September 2021

Tragedi Dungus Dao : Bayangan Hitam

Tragedi Dungus Dao Bagian 2 
 Bayangan Hitam

Mentari tak lagi berseri. Isin, Edi, Atam dan Erik menunggu hasil pemeriksaan bidan. 

Saat pintu klinik terbuka, sontak semua bertanya " Gimana keadaan gadis itu Bu?..."  " Tenang dia baik-baik saja kok, hanya perlu istirahat, dan sepertinya dia kelelahan". Jelas bu Bidan.

Mendengar penjelasan bidan Isin, Edi, Atam dan Erik spontan bersama-sama mengucapkan hamdallah.

Alhamdulillah...

"Bolehkah kami melihatnya bu?" Isin bertanya dengan wajah yang sumringah . "Silahkan saja saat ini dia sedang tertidur". Mendengar jawaban bu Bidan semuanya tampak senang dan berharap gadis itu segera pulih. 

"Biar aku aja yang masuk ya kawan-kawan kasihan dia lagi tidur khawatir mengganggu." Isin meminta yang lainnya menunggu. Isin masuk kedalam klinik, terlihat sang gadis yang sedang tertidur pulas. Sesaat isin menatapnya, dalam hatinya isin bergumam. " Kasihan amat kamu dek harus mengalami kondisi seperti ini...." 

Tak lama Isinpun keluar dari klinik dan menjelaskan kondisi si gadis kepada Edi, Atam dan Erik. Isin mengusulkan kalau sebaiknya gadis itu dipulangkan. Melihat kondisinya sangat tidak memungkinkan untuk bisa melanjutkan ke perkemahan. Semua sepakat setelah bangun gadis tersebut akan diantarkan kerumahnya. 

Tiba-tiba terdengar suara lirih dari dalam klinik " Tidak.... please kak jangan dipulangkan..." sang gadis keluar dari klinik dan memohon agar bisa melanjutkan ke perkemahan. Baginya acara pelantikan malam ini sangat penting. 

" Tidak dek... sebaiknya ade pulang aja, terlalu beresiko kalau tetap keperkemahan. Kita akan antar sampai rumah kok." Jawab Edi dengan tegas.

"Enggak kak... saya gak mau pulang... saya mau ke perkemahan.... Saya kuat kok... please..." dengan nada lirih si gadis memohon untuk tetap melanjutkan ke perkemahan. 

Karena memaksa Isin, Edi, Atam dan Erik akhirnya sepakat mengijinkan si gadis melanjutkan kegiatan. Setelah berpamitan pada bu bidan, mereka bersiap melanjutkan perjalanan ke perkemahan. 

Baru berjalan kurang lebih 500 m gadis itupun terjatuh dan pingsan lagi. "Ya Allah... cape deeh..."  sahut Atam sambil tepok jidat. Sementara Erik terlihat menggerutu "Dibilangin juga apa... maksain siih..."

Melihat seperti itu Edi nampak bingung dan sedikit kesal. "Sin gimana nih...? " 

"Teman-teman... bantu saya angkat gadis ini ketandu kasian dia pingsan di tanah."  Isin meminta Edi, Atam dan Erik memindahkan si gadis sambil menyiapkan tandu. 

Setelah itu Isin mencoba menyadarkan gadis itu dengan memberikan aroma minyak kayu putih disekitar hidung si gadis. Tak lama diapun sadar tapi ekspresinya kali ini berbeda. Matanya melotot, bibirnya terlihat gemetar, jari-jari tangannya  kaku dan berusaha mencakar wajahnya sendiri. 

"Temen-teman tolong pegangin gadis ini. Rik pegang tangan kirinya, Tam dan Ed pegang kaki kanan dan kiri." Isin meminta bantuan Erik, Atam dan Edi sambil memegang tangan kanan si gadis. Sang gadis berontak dan berteriak. Sekuat tenaga Isin dan temannya memegangi si gadis agar tidak berontak dan mencakar- cakar wajahnya. 

Isin memijit urat nadi di tangan sang gadis. Sambil terpejam membacakan jampi-jampi dan berdoa. "Ya Allah apa yang terjadi dengan gadis ini...? Sudah berjam-jam Ia menderita... Sembuhkanlah Ia ya Allah..." Tiba-tiba merasakan panas ditangannya dan seperti ada energi listrik mengalir ke keseluruh tubuhnya . Sementara Erik, Atam dan Edi  terlihat kesakitan seperti tersengat arus listrik. " "Auuuuuwh.....!" Erik berterik dengan wajah yang memerah. Isin seketika membuka mata dan memerintahkan Erik, Edi dan Atam melepaskan pegangannya. Namun tangan Erik sepertinya susah untuk dilepaskan. "Tak...." Sepontan Isin menangkis tangan Erik agar terlepas dari tangan si Gadis. 

Tinggal lah Isin yang masih memegang tangan si gadis. Hatinya terus berdoa dan membaca jampi-jampi. sementara lainnya seolah terperanjat dan hanya mampu menatap.

Isin merasakan getaran strum yang sangat kuat ditangananya. Tiba-tiba Ia melihat sosok bayangan hitam keluar dari tubuh sang gadis bergerak ke arah belakangnya.  lalu Ia merasakan ada yang mencekik dari belakang. Isin terus berusaha membebaskan diri dari cekikan dan berucap. "Ya Allah... ya Allah..."

Tiba-tiba sang gadis sadar dan mengusap wajahnya sambil berucap," alhamdulillah...". Gadis itu membelakangi Isin yang saat itu sedang berusaha membebaskan diri dari cekikan. Begitu membalikkan  badannya Ia melihat Isin yang sedang dicekik bayangan hitam.

" Astagfirullah hal adzim... Kakak...!" si gadis berteriak kaget dan langsung memegang kepala Isin dan membacakan jampi di ubun-ubunnya. Seketika bayangan hitam itu melepaskan cekikannya dan masuk kembali ketubuh si gadis. Sang Gadis akhirnya kembali tak sadarkan diri. 


---Bersambung---

  






 

Selasa, 07 September 2021

Tragedi Dungus Dao bagian 1

 TRAGEDI DUNGUS DAO

Sebuah cerita diangkat dari kisah nyata semasa putih abu. Cerita ini ditulis untuk mengabadikan kenangan dan hiburan semata. Semoga ada hikmah dari cerita ini yang bisa diambil sebagai inspirasi. Selamat membaca !

==========================================================

Selepas sholat jumat Isin (komandan PMR), Edi (Ketua OSIS) dan Atam (Komandan Paskibra) berkumpul dilapangan Basket dalam persiapan acara pelantikan Pramuka bagi siswa kelas X yang akan diadakan nanti malam.

Isin :”Ed, mana si Asep, kok nggak keliatan?”(Tanya Isin sambil melihat-lihat)

Edi :”Dia kan komandan Pramuka Sin, tadi pagi dia dah berangkat”. Oh iya Sin… gimana anak-anak PMR, dah siap kan?”( Tanya Edi sambil menepuk pundak Isin)

Isin : “Berees. Semua sudah aku atur kok, aku dah tempatin anak buahku sesuai dengan tugasnya masing-masing “ (Isin menjawab sambil tersenyum, dan Edi pun terlihat senang)

Edi : “Bagus…, kalo begitu Kamu berangkat sekarang aja sama kita-kita , yah… sekalian mendampingi anak-anak, khawatir nanti ada apa-apa diperjalanan! Iya gak? “ (Tanya Edi sama Atam sambil mengkerlingkan matanya)

Atam : “Iya Sin…. Mendingan bareng aja sama kita, kan jarang-jarang komandan PMR, komandan Paskibra dan Ketua OSIS jalan bersama. Biar kompak gitu lho” (Atam berusaha membujuk Isin agar berangkat bareng).

Isin : “Huuuuh….(Isin menarik napas dalam-dalam). “ ya… Oke lah kalo begitu…” 

Walau sedikit terpaksa akhirnya memenuhi permintaan Edi dan Atam. Tadinya Isin berniat pulang dulu kerumah mengambil logistik dan berangkat ke perkemahan pada sore harinya. 

Mentari berseri-seri, seluruh anggota Pramuka berbaris dilapangan menjelang acara pemberangkatan. Tepat pukul 14.00 WIB. Pembina Pramuka mulai memberangkatkan regu demi regu menuju tempat perkemahanan di Dungus Dao, yang jaraknya kurang lebih 10 KM. Tak terlalu jauh memang, namun dengan berjalan kaki sambil membawa perlengkapan kemah ditambah medan yang berbukit-bukit cukup menyulitkan para anggota Pramuka untuk sampai di perkemahan. Tampak Isin, Edi dan Atam jalan bersama beberapa saat setelah regu terakhir diberangkatkan. Sang Mentari tak henti-hentinya berseri, udarapun terasa sangat panas. Keringat bercucuran dari lubang setiap pori-pori. walau napas tersenggal-senggal Isin, Edi dan Atam terus berjalan menyusuri perbukitan.

Satu jam sudah mereka berjalan, hingga sampailah di bukit Dungus Dao. Dari kejauhan nampak beberapa anggota Paskibra dan Pramuka serta Alumni berkerumun di sebuah batu yang besar. Sesaat kemudian Erik seorang anggota Paskibra dan beberapa kakak Alumni berteriak meminta bantuan.

“Tolong… ” (mereka berteriak minta tolong), mendengar suara minta tolong Isin, Edi dan Atam berlari menghampiri. Dua orang peserta perempuan terlihat kepayahan. Salah satu menangis dan satunya lagi kesakitan lalu pingsan.

“Nah, komandan PMR datang , tolong urus yah!... kami mau melanjutkan perjalanan, kelihatannya sakitnya struk, lebih baik dipulangin aja” (kata kakak alumni yang sudah siap-siap melanjutkan perjalanan).

"Sepertinya ini bukan struk, masak struk begini ?" ( Isin bergumam dalam hatinya)

“Baiklah kak, kakak lanjutin aja perjalanannya, anak ini biar saya yang urus!”. (kata Isin sambil memegang tangan si peserta yang beberapa saat sudah pingsan). 

Kakak senior pun melanjutkan perjalanan.

Erik :”Kak Isin , gimana nih…” (Erik terlihat cemas, sambil mengusap keringat yang bercucuran di wajahnya)

Isin : “Tenang….tenang Rik , lebih baik kamu istirahat dulu!”. ( jawab isin sambil berusaha menyadarkan peserta yang pingsan tadi). 

Tak berapa lama, peserta itupun sadar, kemudian dia menangis. Sementara itu Edi dan Atam berusaha menenangkan temannya

Isin : “Neng….”(Begitulah panggilan untuk gadis di bumi Parahyangan)” Kamu kenapa?...” “Apa yang terjadi?...” “ Kamu sakit?...” (Isin berkali-kali bertanya)

Tak ada satu kata pun yang terucap dari bibir peserta itu. Lidahnya seakan kelu. Ia hanya terdiam dan mamandang dengan tatapan  kosong., dan mata yang berkaca-kaca.  Kemudian….pingsan lagi. 

Melihat gadis itu pingsan lagi Isin, Edi, Atam dan Erik saling memandang, spontanitas mereka semua berkata : “ yaaah….. pingsan laaagi deee…h”.

Edi : “duuh… gimana nih, apa yang harus kita lakukan, mana jauh kemana-mana” (Edi terlihat gelisah).

Isin terus berusaha menyadarkan peserta itu. Tak terasa satu jam sudah mereka berada di bukit Dungus Dao. Perempuan itupun sadar kembali. Kemudian menangis, namun kali ini Ia mengalami kejang-kejang, dan berusaha mancakar-cakar muka seperti orang yang kesurupan.

Isin : “Astagfilullah hal adziim…. “Temen-temen tolong bantu aku”. “Rik tolong pegang tangan kirinya!”, “Tam tolong ambil syal dan gulung , sumpal mulutnya biar lidahnya gak kegigit!” . (Dengan wajah panik Isin berteriak meminta bantuan Erik dan Atam ) 

“Neng!...Istighfar neng!.. Ayo ucapkan Astagfirullahal adzim…”(Isin membacakan kalimat Istighfar ketelinga si perempuan, berusaha membimbing dengan mengulang-ulang lapadz Istighfar). 

Tak lama kemudian perempuan itupun pingsan lagi. Bener-bener melelahkan, kali ini Isin, Edi, Atam dan Erik benar-benar kebingungan dan sedikit putus asa.

Edi : “Sin kalo begini terus kasiaan dia,…… kita juga capek,….masih banyak yang harus kita kerjakan selain ngurusin anak  ini. Gimana kalau kita cari kampung terdekat dan minta bantuan sama penduduk?”

Atam :“Iya sin, kasihan gadis ini kalo terus disini….mana disini panas, dan…… iiih… serreem…”(kata atam sambil melihat ke sekeliling batu Besar di perbukitan Dungus Dao)

Erik :”Bener kak kita bawa kependuduk aja, tapi gimana dengan temennya ini?” 

Dengan kompak Atam dan Edi menjawab :” udah suruh jalan duluan ke perkemahan!” (jawab Atam dan Edi. Kemudian atas petunjuk atam dan Edi, dia melanjutkan perjalanan ke perkemahan bersamaan dengan peserta dari regu lain yang dibelakangnya).

Isin :”Ya udah,  saya siapin dulu tandunya , kita evakuasi gadis ini ke kampung terdekat”

Setelah itu Isin dan kawan-kawan melakukan evakuasi menggunakan tandu darurat, ke perkampungan terdekat. Berapa lama kemudian mereka tiba di sebuah kampung. Sejenak merekapun beristirahat  ditempat yang teduh. Atam ,Edi dan Erik nampak kecapean.  Mereka duduk bersandar sambil mengipas-ngipaskan topinya karena kegerahan. Sementara Isin memandangi gadis itu dengan penuh iba, menggeleng-gelengkan kepala, sambil menyapu air mata gadis yang pingsan itu. 

“Ya Allah kasian amat gadis ini, apa yang harus aku perbuat ya Allah? , kasihanilah ia ya Allah”   (dalam hati Isin berdoa)

Kemudian isin menghampiri Erik 

Isin : “Rik tolong kamu cari tau sama penduduk, barang kali disini ada Dokter atau Mantri! ”. “ Kalau ada, nanti kita bawa gadis ini ke dokter atau mantri, aku kayaknya sudah lelah”.

Erik : “Siap kak !”. (Dengan semangat 45, Erik bergegas melaksanakan perintah Isin). 

Atam : “Sin… ditempat seperti ini, Mana ada dokter atau mantri?”

Edi ; Iya sin ini kan kampung banget, terpencil lagi, mana ada dokter yang mau tinggal ditempat seperti ini? yang ada malah dukun beranak (Edi sambil berkelakar) 

Atam ketawa terbahak-bahak mendengar perkataan Edi. Sedangkan Isin hanya memandang dan tersenyum. Tak lama kemudian Erik kembali. Wajahnya terlihat lelah setelah mencari info dari penduduk sekitar.

Isin : “ Gimana Rik, ada gak… (Isin bertanya penasaran)

Erik : “Kak , kata penduduk disini, jangankan dokter mantri pun nggak ada. Disini yang ada hanya Bidan…..Gimana ?

Atam : “Benar kan apa kata aku”…., “Atam gitu lho !!!”

Edi : “Udah bawa aja gadis ini kesana, siapa tau bidan itu bisa menolong!” 

Atam : “Waduuuh… dibawa kebidan to, Emangnya mau beranak pake dibawa kebidan segala ?”(Atam menjawab perkataan Edi)

Isin menarik napas dalam-dalam sambil berpikir.

Isin : “Temen-temen, saya merasakan sesuatu yang aneh deh, menurutku lebih baik cari orang pintar aja!” (Isin meyakinkan teman-temannya)

Edi : “Udah… gak usah ke orang pintar dulu, bawa aja dia kebidan, ntar kalau gak ada perubahan baru kita bawa ke orang pintar”.

Isin terlihat bingung, dan meyakini gadis ini mengalami gangguan jin.

Isin : “Oke kalau begitu… kita coba aja dulu “. “Yuk temen-temen kita bawa gadis ini ke Bidan!” (Isin bergegas memegang tandu)

Mereka akhirnya membawa si gadis ke Bidan, walau mereka tahu bidan bukan tempat berobat , melainkan tempat untuk memeriksa kandungan dan melahirkan. Namun, siapa tahu seorang bidan bisa membantu, ibarat pepatah mengatakan tak ada rotan akarpun jadi, tak ada dokter atau mantri bidanpun jadi. 

Tibalah mereka di depan klinik sang Bidan . “ Tuk!.. tuk!...tuk!... Assalamualaikum”, “ Tuk!.. tuk!...tuk!... Assalamualaikum” (Erik mengetuk-ngetuk pintu klinik yang terlihat keropos dimakan rayap sambil mengucapkan salam), “ waalaikum salam” terdengar suara perempuan menjawab dari dalam klinik. Kemudian pintu klinik pun terbuka “rek…eeeet” suara pintu dibuka . Seorang bidan keluar dari dalam klinik dengan stetoskop yang melingkar dilehernya.

Bidan : “Ade-ade ini siapa, dari mana, dan ada perlu apa? (Tanya sang bidan keheranan)

Edi : “Begini bu, kami dari SMA Yadika Cicalengka sedang melakukan kemping pelantikan pramuka, namun diperjalanan tepatnya diperbukitan Dungus Dao salah seorang dari peserta perempuan tiba-tiba pingsan, setelah disadarkan malah kejang-kejang, kami bingung apa yang harus dilakukan jadi kami bawa kesini” (Jelas Edi sama Bidan)

Bidan :” Mana gadis itu?... , Ayo bawa masuk aja!”

Edi : “Aduh maaf ya bu kami sudah merepotkan”. (Edi berbasa basi)

Bidan : “ Udah… gak apa-apa kok, sesama manusia kita harus saling membantu ! (Tegas Bidan sambil menepuk bahu Edi)

Akhirnya gadis itupun dibawa kedalam klinik dan ditidurkan terlentang diatas kasur yang lusuh dan bolong-bolong. Lalu sang bidan memeriksa gadis tersebut. Sementara itu Isin dan temennya menunggu diluar klinik, mereka semua terdiam sambil melepas rasa lelah, sesekali mereka saling manatap namun tak ada kata yang terucap selain suara tarikan nafas “ hu..uuh” ssssst “ Haa..aah”, “ssssst” “hu..uuh” , “ssssst “ “Haa..aah”

Kemudian bidan pun keluar dari klinik melaporkan hasil pemeriksaannya. Begitu bidan membuka pintu, semua mata tertuju kepintu dan semua kompak bertanya “ gimana keadaan gadis itu bu?” (semua saling menatap)

-------bersambung.....

Sabtu, 04 September 2021

Diantar Malaikat

"Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar dan memberinya rezeki dari arah yang tidak dia duga. Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Dia mencukupinya" (Q.S. At-Talaq ayat 2-3).


Saat itu aku masih remaja, tepatnya kelas 1 SMU sekarang kelas x SMA. Pagi itu begitu cerah. Dengan wajah sumringah aku mencium tangan ibuku dan berpamitan berangkat ke sekolah. 

Walau tanpa uang jajan yang bisa ibu berikan. Hanya 1000 rupiah, cukuplah untuk ongkos PP naik angkot 03 Rancaekek-Cicalengka, atau naik ojek setengah perjalanan. Sedikitpun Aku tidak pernah mengeluh. Karna aku sadar betul, aku bukanlah dari keluarga yang berada. Hanya punya semangat untuk berjuang mencari ilmu, berharap kelak dapat merubah nasib lebih baik lagi.

Mungkin ada yang bertanya dimana ayahku? Pagi-pagi buta sekali, ayahku sudah pergi ke kota mencari nafkah keluarga. Pergi gelap pulang gelap. Aku hanya bisa bertemu ayahku hanya malam hari saja. itupun kalau aku belum tidur. 

Waktu menunjukkan pukul 06.00 wib. Aku harus bergegas berangkat ke sekolah. Sekolahku lumayan jauh. Dari rumah berjalan kaki 1 km ke jalan raya. Kemudian dilanjutkan naik angkot kurang lebih 10 km sampai alun-alun. Dari alun-alun jalan lagi lebih kurang 1 km lagi. Lumayan tiap hari joging 4 km, hehe...

Sebenarnya tidak mesti berjalan kaki. Saat itu ojek juga banyak. Namun uangku hanya cukup buat naik angkot saja. Bila ditambah naik ojek, untuk ongkos saja minimal Rp 3000. 

Pukul 06.30 WIB. aku masih di jalan raya padahal sekolah masuk pukul 07.00 WIB. Apalagi ini hari pertama ulangan umum semester 1, tidak boleh ada siswa yg terlambat. 

Ya Allah aku belum dapat angkot. Bukan tidak ada, tapi setiap kali lewat angkot itu sudah penuh sesak bahkan banyak yang bergelantungan di pintu angkot. 

Pukul 6.35 WIB. hati semakin galau karena tak kunjung mendapat angkot. Kalau saja perempuan, rasanya pingin nangis. Untung saja laki-laki pantang menangis. Hehe..

Sambil duduk ku tarik napas dalam-dalam. Ku buang perlahan, sedikit memejamkan mata. tak hentinya hati ini  beristigfar, menjerit dan berdoa ya Allah tolonglah hambamu ini ya Allah. Aku harus mengikuti ulangan umum ya Allah... Akan kah Engkau biarkan aku disini ya Allah...

Tiba-tiba saja terdengar bunyi klakson mobil tid, tid, tid.... 

Kutoleh dengan wajah bingung. Sebuah mobil carry berhenti tepat didepanku. 

" Dek... " Panggil sang supir. "iya pak" jawabku.  "Adek mau kemana?" Tanya sang supir.  "Saya mau kesekolah pak, lagi nunggu angkot" jawabku. "Sekolahnya dimana?" Tanya sang supir lagi. "Di Cicalengka pak" jawab ku lagi. "Ayo naik !" Seru sang supir sambil membukakan pintu depan.

Dengan wajah masih bingung, akupun akhirnya naik. Bagaiman tidak, orang itu sangat asing. Tidak seperti orang-orang sekitar sini. Namun karena waktu sudah pukul 6.40 WIB. Tidak ada pilihan lagi kecuali ikut orang itu. 

Kududuk di depan. "bluk" pintu depan kututup, mobil pun perlahan berjalan. Supir itu ternyata sendirian. Diperjalanan kitapun mengobrol, dan dari obrolan itu ternyata tujuan sang supir adalah kota Bandung. Rasa-rasanya kok gak wajar. Ia ngajak bareng padahal tidak searah walaupun ia sendirian. Tujuanku ke timur tujuannya ke barat. Begitu dalam pikiranku. "Ah sudahlah..." dalam hati ku bergumam. 

Pukul 7.55 sampailah di alun-alun Cicalengka. Kukira aku akan diturunin di situ tapi ternyata sang supir malah bertanya. "Dari sini ke arah mana dek, belok kiri atau kanan?"  " Saya turun disini aja pak"  " gak lah dek saya akan anterin ke sekolah" begitu kata sang supir. 

Akhirnya sampai juga carry itu di sekolah. Aku berkali-kali mengucapkan terima kasih, dan mau memberikan uang ongkos ke supir itu. Tapi supir itupun menolaknya. 

Aku bersalaman dan berpamitan. Carry itupun kembali berjalan, sesaat kemudian carrypun hilang dari pandangan. 

Bel sekolah berbunyi akupun bergegas masuk kelas. Walau masih ada bayang-bayang pertanyaan dalam hati ini. Siapa gerangan orang asing ini. Yang telah mengantarku ke sekolah. 

Sampai saat ini aku tidak tau siapa orang asing tersebut?

Bagiku ia bagai seorang malaikat yang memberikan air kala aku kehausan. 

Apa mungkin ia jelamaan malaikat? Entahlah hanya Allah yang tahu. 

Saat itu aku hanya bisa berkata : " terima kasih ya Allah..."

Engkau telah memberiku jalan keluar kala aku mengalami kesulitan. 

Benar saja apa yang disampaikan guru ngajiku saat itu tentang ayat yang dijuluki seribu dinar : 

"Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar dan memberinya rezeki dari arah yang tidak dia duga. Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Dia mencukupinya.(Q.S. At-Talaq ayat 2-3).

Sejak saat itu aku meyakini dan selalu mengamalkannya.

Semoga cerita ini bisa menjadi inspirasi dan pelajaran bagi kita semua. Kita harus yakin sesungguhnya Allah bersama kita. 

"Innalloha ma'anaa..."