pemandangan

pemandangan
Isin.doank@gmail.com

Selasa, 07 September 2021

Tragedi Dungus Dao bagian 1

 TRAGEDI DUNGUS DAO

Sebuah cerita diangkat dari kisah nyata semasa putih abu. Cerita ini ditulis untuk mengabadikan kenangan dan hiburan semata. Semoga ada hikmah dari cerita ini yang bisa diambil sebagai inspirasi. Selamat membaca !

==========================================================

Selepas sholat jumat Isin (komandan PMR), Edi (Ketua OSIS) dan Atam (Komandan Paskibra) berkumpul dilapangan Basket dalam persiapan acara pelantikan Pramuka bagi siswa kelas X yang akan diadakan nanti malam.

Isin :”Ed, mana si Asep, kok nggak keliatan?”(Tanya Isin sambil melihat-lihat)

Edi :”Dia kan komandan Pramuka Sin, tadi pagi dia dah berangkat”. Oh iya Sin… gimana anak-anak PMR, dah siap kan?”( Tanya Edi sambil menepuk pundak Isin)

Isin : “Berees. Semua sudah aku atur kok, aku dah tempatin anak buahku sesuai dengan tugasnya masing-masing “ (Isin menjawab sambil tersenyum, dan Edi pun terlihat senang)

Edi : “Bagus…, kalo begitu Kamu berangkat sekarang aja sama kita-kita , yah… sekalian mendampingi anak-anak, khawatir nanti ada apa-apa diperjalanan! Iya gak? “ (Tanya Edi sama Atam sambil mengkerlingkan matanya)

Atam : “Iya Sin…. Mendingan bareng aja sama kita, kan jarang-jarang komandan PMR, komandan Paskibra dan Ketua OSIS jalan bersama. Biar kompak gitu lho” (Atam berusaha membujuk Isin agar berangkat bareng).

Isin : “Huuuuh….(Isin menarik napas dalam-dalam). “ ya… Oke lah kalo begitu…” 

Walau sedikit terpaksa akhirnya memenuhi permintaan Edi dan Atam. Tadinya Isin berniat pulang dulu kerumah mengambil logistik dan berangkat ke perkemahan pada sore harinya. 

Mentari berseri-seri, seluruh anggota Pramuka berbaris dilapangan menjelang acara pemberangkatan. Tepat pukul 14.00 WIB. Pembina Pramuka mulai memberangkatkan regu demi regu menuju tempat perkemahanan di Dungus Dao, yang jaraknya kurang lebih 10 KM. Tak terlalu jauh memang, namun dengan berjalan kaki sambil membawa perlengkapan kemah ditambah medan yang berbukit-bukit cukup menyulitkan para anggota Pramuka untuk sampai di perkemahan. Tampak Isin, Edi dan Atam jalan bersama beberapa saat setelah regu terakhir diberangkatkan. Sang Mentari tak henti-hentinya berseri, udarapun terasa sangat panas. Keringat bercucuran dari lubang setiap pori-pori. walau napas tersenggal-senggal Isin, Edi dan Atam terus berjalan menyusuri perbukitan.

Satu jam sudah mereka berjalan, hingga sampailah di bukit Dungus Dao. Dari kejauhan nampak beberapa anggota Paskibra dan Pramuka serta Alumni berkerumun di sebuah batu yang besar. Sesaat kemudian Erik seorang anggota Paskibra dan beberapa kakak Alumni berteriak meminta bantuan.

“Tolong… ” (mereka berteriak minta tolong), mendengar suara minta tolong Isin, Edi dan Atam berlari menghampiri. Dua orang peserta perempuan terlihat kepayahan. Salah satu menangis dan satunya lagi kesakitan lalu pingsan.

“Nah, komandan PMR datang , tolong urus yah!... kami mau melanjutkan perjalanan, kelihatannya sakitnya struk, lebih baik dipulangin aja” (kata kakak alumni yang sudah siap-siap melanjutkan perjalanan).

"Sepertinya ini bukan struk, masak struk begini ?" ( Isin bergumam dalam hatinya)

“Baiklah kak, kakak lanjutin aja perjalanannya, anak ini biar saya yang urus!”. (kata Isin sambil memegang tangan si peserta yang beberapa saat sudah pingsan). 

Kakak senior pun melanjutkan perjalanan.

Erik :”Kak Isin , gimana nih…” (Erik terlihat cemas, sambil mengusap keringat yang bercucuran di wajahnya)

Isin : “Tenang….tenang Rik , lebih baik kamu istirahat dulu!”. ( jawab isin sambil berusaha menyadarkan peserta yang pingsan tadi). 

Tak berapa lama, peserta itupun sadar, kemudian dia menangis. Sementara itu Edi dan Atam berusaha menenangkan temannya

Isin : “Neng….”(Begitulah panggilan untuk gadis di bumi Parahyangan)” Kamu kenapa?...” “Apa yang terjadi?...” “ Kamu sakit?...” (Isin berkali-kali bertanya)

Tak ada satu kata pun yang terucap dari bibir peserta itu. Lidahnya seakan kelu. Ia hanya terdiam dan mamandang dengan tatapan  kosong., dan mata yang berkaca-kaca.  Kemudian….pingsan lagi. 

Melihat gadis itu pingsan lagi Isin, Edi, Atam dan Erik saling memandang, spontanitas mereka semua berkata : “ yaaah….. pingsan laaagi deee…h”.

Edi : “duuh… gimana nih, apa yang harus kita lakukan, mana jauh kemana-mana” (Edi terlihat gelisah).

Isin terus berusaha menyadarkan peserta itu. Tak terasa satu jam sudah mereka berada di bukit Dungus Dao. Perempuan itupun sadar kembali. Kemudian menangis, namun kali ini Ia mengalami kejang-kejang, dan berusaha mancakar-cakar muka seperti orang yang kesurupan.

Isin : “Astagfilullah hal adziim…. “Temen-temen tolong bantu aku”. “Rik tolong pegang tangan kirinya!”, “Tam tolong ambil syal dan gulung , sumpal mulutnya biar lidahnya gak kegigit!” . (Dengan wajah panik Isin berteriak meminta bantuan Erik dan Atam ) 

“Neng!...Istighfar neng!.. Ayo ucapkan Astagfirullahal adzim…”(Isin membacakan kalimat Istighfar ketelinga si perempuan, berusaha membimbing dengan mengulang-ulang lapadz Istighfar). 

Tak lama kemudian perempuan itupun pingsan lagi. Bener-bener melelahkan, kali ini Isin, Edi, Atam dan Erik benar-benar kebingungan dan sedikit putus asa.

Edi : “Sin kalo begini terus kasiaan dia,…… kita juga capek,….masih banyak yang harus kita kerjakan selain ngurusin anak  ini. Gimana kalau kita cari kampung terdekat dan minta bantuan sama penduduk?”

Atam :“Iya sin, kasihan gadis ini kalo terus disini….mana disini panas, dan…… iiih… serreem…”(kata atam sambil melihat ke sekeliling batu Besar di perbukitan Dungus Dao)

Erik :”Bener kak kita bawa kependuduk aja, tapi gimana dengan temennya ini?” 

Dengan kompak Atam dan Edi menjawab :” udah suruh jalan duluan ke perkemahan!” (jawab Atam dan Edi. Kemudian atas petunjuk atam dan Edi, dia melanjutkan perjalanan ke perkemahan bersamaan dengan peserta dari regu lain yang dibelakangnya).

Isin :”Ya udah,  saya siapin dulu tandunya , kita evakuasi gadis ini ke kampung terdekat”

Setelah itu Isin dan kawan-kawan melakukan evakuasi menggunakan tandu darurat, ke perkampungan terdekat. Berapa lama kemudian mereka tiba di sebuah kampung. Sejenak merekapun beristirahat  ditempat yang teduh. Atam ,Edi dan Erik nampak kecapean.  Mereka duduk bersandar sambil mengipas-ngipaskan topinya karena kegerahan. Sementara Isin memandangi gadis itu dengan penuh iba, menggeleng-gelengkan kepala, sambil menyapu air mata gadis yang pingsan itu. 

“Ya Allah kasian amat gadis ini, apa yang harus aku perbuat ya Allah? , kasihanilah ia ya Allah”   (dalam hati Isin berdoa)

Kemudian isin menghampiri Erik 

Isin : “Rik tolong kamu cari tau sama penduduk, barang kali disini ada Dokter atau Mantri! ”. “ Kalau ada, nanti kita bawa gadis ini ke dokter atau mantri, aku kayaknya sudah lelah”.

Erik : “Siap kak !”. (Dengan semangat 45, Erik bergegas melaksanakan perintah Isin). 

Atam : “Sin… ditempat seperti ini, Mana ada dokter atau mantri?”

Edi ; Iya sin ini kan kampung banget, terpencil lagi, mana ada dokter yang mau tinggal ditempat seperti ini? yang ada malah dukun beranak (Edi sambil berkelakar) 

Atam ketawa terbahak-bahak mendengar perkataan Edi. Sedangkan Isin hanya memandang dan tersenyum. Tak lama kemudian Erik kembali. Wajahnya terlihat lelah setelah mencari info dari penduduk sekitar.

Isin : “ Gimana Rik, ada gak… (Isin bertanya penasaran)

Erik : “Kak , kata penduduk disini, jangankan dokter mantri pun nggak ada. Disini yang ada hanya Bidan…..Gimana ?

Atam : “Benar kan apa kata aku”…., “Atam gitu lho !!!”

Edi : “Udah bawa aja gadis ini kesana, siapa tau bidan itu bisa menolong!” 

Atam : “Waduuuh… dibawa kebidan to, Emangnya mau beranak pake dibawa kebidan segala ?”(Atam menjawab perkataan Edi)

Isin menarik napas dalam-dalam sambil berpikir.

Isin : “Temen-temen, saya merasakan sesuatu yang aneh deh, menurutku lebih baik cari orang pintar aja!” (Isin meyakinkan teman-temannya)

Edi : “Udah… gak usah ke orang pintar dulu, bawa aja dia kebidan, ntar kalau gak ada perubahan baru kita bawa ke orang pintar”.

Isin terlihat bingung, dan meyakini gadis ini mengalami gangguan jin.

Isin : “Oke kalau begitu… kita coba aja dulu “. “Yuk temen-temen kita bawa gadis ini ke Bidan!” (Isin bergegas memegang tandu)

Mereka akhirnya membawa si gadis ke Bidan, walau mereka tahu bidan bukan tempat berobat , melainkan tempat untuk memeriksa kandungan dan melahirkan. Namun, siapa tahu seorang bidan bisa membantu, ibarat pepatah mengatakan tak ada rotan akarpun jadi, tak ada dokter atau mantri bidanpun jadi. 

Tibalah mereka di depan klinik sang Bidan . “ Tuk!.. tuk!...tuk!... Assalamualaikum”, “ Tuk!.. tuk!...tuk!... Assalamualaikum” (Erik mengetuk-ngetuk pintu klinik yang terlihat keropos dimakan rayap sambil mengucapkan salam), “ waalaikum salam” terdengar suara perempuan menjawab dari dalam klinik. Kemudian pintu klinik pun terbuka “rek…eeeet” suara pintu dibuka . Seorang bidan keluar dari dalam klinik dengan stetoskop yang melingkar dilehernya.

Bidan : “Ade-ade ini siapa, dari mana, dan ada perlu apa? (Tanya sang bidan keheranan)

Edi : “Begini bu, kami dari SMA Yadika Cicalengka sedang melakukan kemping pelantikan pramuka, namun diperjalanan tepatnya diperbukitan Dungus Dao salah seorang dari peserta perempuan tiba-tiba pingsan, setelah disadarkan malah kejang-kejang, kami bingung apa yang harus dilakukan jadi kami bawa kesini” (Jelas Edi sama Bidan)

Bidan :” Mana gadis itu?... , Ayo bawa masuk aja!”

Edi : “Aduh maaf ya bu kami sudah merepotkan”. (Edi berbasa basi)

Bidan : “ Udah… gak apa-apa kok, sesama manusia kita harus saling membantu ! (Tegas Bidan sambil menepuk bahu Edi)

Akhirnya gadis itupun dibawa kedalam klinik dan ditidurkan terlentang diatas kasur yang lusuh dan bolong-bolong. Lalu sang bidan memeriksa gadis tersebut. Sementara itu Isin dan temennya menunggu diluar klinik, mereka semua terdiam sambil melepas rasa lelah, sesekali mereka saling manatap namun tak ada kata yang terucap selain suara tarikan nafas “ hu..uuh” ssssst “ Haa..aah”, “ssssst” “hu..uuh” , “ssssst “ “Haa..aah”

Kemudian bidan pun keluar dari klinik melaporkan hasil pemeriksaannya. Begitu bidan membuka pintu, semua mata tertuju kepintu dan semua kompak bertanya “ gimana keadaan gadis itu bu?” (semua saling menatap)

-------bersambung.....

5 komentar: